“Haa... Ha..
Haa...” Liana berhenti berlari dan menarik napasnya dalam-dalam. Cukup lama ia
berlari dari lantai 4 sampai lantai dasar.
“Haa... Haa...
Setidaknya demon itu tidak mengejarku
lagi-“
DUM! DUM!
Jantung Liana
kembali berdetak dengan kencang. Baru saja ia beristirahat, demon itu kembali mengejarnya.
Liana berlari lagi.
Lorong demi lorong ia lewati untuk mencari perlindungan dan berhenti ketika
jalan di depannya buntu.
“Buntu?! Sial!”
Liana berpikir untuk berlari mencari jalan lain, tapi tentu saja itu hal yang
gila karena demon itu tepat berada di
belakangnya sekarang.
Liana memutarkan
badannya dan mendongak ke atas. Wajah demon
yang mengerikan itu menatap Liana dengan tatapan lapar akan daging segar
manusia. Liana menggenggam erat pisau-pisau disetiap jari-jarinya.
‘Aku bisa
melakukannya. Aku bisa melawan demon ini.
Aku bisa. Ya, aku bisa...’
“GRAAAAWR!”
Demon itu
mengangkat cakarnya dan mencakar Liana. Dengan sigap, Liana menghindar dari
serangan Sang demon dan membiarkan
cakar besarnya itu menghantam dinding di belakang Liana.
BRAK!! Dinding tersebut hancur seketika dalam sekali pukulan saja.
Liana melemparkan
pisau-pisuanya ke lengan besar Sang demon.
Demon tersebut langsung meringis kesakitan ketika benda-benda tajam itu menusuk kulit bersisik miliknya.
Liana mengambil kesempatan untuk kabur, tetapi kembali dikejar oleh makhluk
aneh itu.
Entah memang
keberuntungannya yang sedang buruk, Liana tersandung kakinya sendiri dan
terjatuh.
Bruk!
“Ow! Sakit...”
Lutut kanan Liana berdarah, dan demon tadi
berjalan dekat, mendekat, dan semakin dekat ke arahnya.
Liana memejamkan
matanya, menutup manik sapphire indahnya dari dunia. Jantungnya berdegup kencang karena takut. Kedua telapak tangannya terasa berkeringat dan ia panik bukan main.
“RAAAWR!!”
SRAAAAT!
Liana membuka
matanya perlahan dan melihat laki-laki yang berlumuran darah demon berdiri di depannya.
“Kurosuke-senpai?!”
“Tch. Bisakah kau
berguna sedikit saja?” Kurosuke membantu Liana berdiri dan menuntunnya
berjalan.
“Terima kasih, senpai...” Liana berterima kasih pada
Kurosuke walaupun ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan jawaban apapun
darinya. Sama halnya seperti pertama kali mereka bertemu.
FLASHBACK
“Ya ampun, sudah malam sekali. Harus segera pulang, nih!”
Liana mengecek hand phone-nya yang menunjukkan pukul 11 malam. Ia pun mempercepat
langkahnya agar
sampai di rumahnya lebih cepat.
Ia baru saja pulang dari rumah temannya yang mengadakan
acara tahun baru di
rumahnya. Awalnya Liana menolak, tapi teman-temannya memaksanya untuk ikut. Karena tidak enak hati, akhirnya Liana menerima tawaran mereka.
Derap langkah Liana terdengar jelas ketika ia berjalan.
Ia berdehem mengikuti irama lagu yang melantun dari ear phone miliknya.
“Hem hem hem~ na na na na na na~ na na-“
Liana berhenti berdehem ketika bayangan besar menyeliputi
dirinya. Makhluk aneh bertubuh besar dan bersayap lebar terbang di atasnya
sambil menunjukkan gigi-giginya yang besar dan siap menerkam Liana.
Bola mata Liana membesar. Ia segera menggerakkan kedua
kakinya untuk berlari. Makhluk itu berteriak kencang dan datanglah dua wujud
yang serupa dengannya.
Liana menambah kecepatan berlarinya. Beginikah rasanya
diburu? Sekarang posisinya sama seperti binatang yang dikejar oleh para pemburu
yang ingin membunuhnya untuk dijadikan makanan agar bisa bertahan hidup.
Salah satu dari ketiga makhluk tersebut berhasil
mendekati Liana dan memegang kakinya. Cakarnya yang tajam menusuk kaki Liana,
membuat darah segar menetes.
Liana terjatuh. Ia dikerumuni oleh monster yang
tergila-gila akan daging manusia yang segar. Sekujur tubuhnya terasa kaku. Apakah ia... akan berakhir disini...? Ah, kenapa tiba-tiba pandangannya menggelap?
SRAT!
CRAAAS!!
Liana melihat sosok laki-laki berambut hitam dengan mata
berwarna semerah darah berdiri di depannya. Tangan kanannya memegang katana
yang siap mengambil nyawa siapapun, kapanpun.
“Ah-“
“Tutup matamu,”
“Eh?”
“Cepat.”
Liana pun menutup matanya. Terdengar suara sayatan pedang
dan teriakan melengking yang dapat merusak telinga orang yang mendengar.
Sekarang ia mengerti mengapa ia disuruh untuk menutup matanya. Cukup
mendengarnya saja sudah berhasil membuatnya merinding. Bagaimana jika ia
melihatnya langsung dengan mata kepalanya sendiri?
“Buka matamu,” Perintah laki-laki tersebut.
Liana membuka matanya. Tubuh ketiga makhluk itu terpotong
menjadi beberapa bagian dan bersimbah darah. Ia mendongak dan melihat ada darah
di tubuh lelaki itu. Ia menunduk. Dan melihat darah lagi di sekujur jalan itu.
Mau melihat ke arah manapun selalu ada darah.
“Ah... Emm...” Liana mendekati laki-laki itu.
“Pulang.”
“Ta-tapi-“
“Pulang.”
Kata-kata yang dilontarkan dari mulut lelaki tersebut
membuat Liana sedikit takut. Ia pun mematuhi apa yang dikatakannya.
“Ba-baik. Maaf kalau aku merepotkan. Sampai jumpa,” Liana
membungkukkan badannya dan berlari menjauh. Sesekali ia melirik ke belakang
untuk melihat apakah lelaki itu sudah pergi atau belum.
Sampai di rumah, Liana langsung mengganti pakaiannya,
menyikat gigi, dan tidur. Ia berharap bahwa apa yang terjadi tadi hanyalah
sebuah mimpi buruk.
@@@@@
Lelaki berpakaian serba hitam itu melihat Liana dari
kejauhan. Lama-kelamaan, perempuan itu semakin memudar dari pandangannya dan
menghilang. Ia kembali memasukkan pedangnya kedalam sarung pedangnya dan
berjalan mengelilingi kota.
‘One night and one more time, Thanks for the memories,
Thanks for the memories...’
Terdengar sebuah lagu dari hand phone laki-laki itu. Ia
mengambil hand phone-nya dan menekan tombol
hijau. Terdengar suara perempuan dari hand phone miliknya.
“Apa, Juno?”Tanya lelaki itu dengan nada yang sedikit
sarkastik.
“Hei, aku punya berita bagus. Ada demon besar muncul di
Jalan Yami. Bisakah kau segera kesana?”
“... Aku akan segera kesana,” Laki-laki itu langsung
mematikan hand phone-nya dan melompati gedung demi gedung, dibantu oleh cahaya
bulan yang menerangi setiap jalannya.
@@@@@
“Aku berangkat!”
Liana mengambil sepedanya dan menggowesnya menuju
sekolah. Ia sudah melupakan kejadian kemarin malam yang lebih menyeramkan
daripada mimpi buruk yang pernah ia rasakan.
Di sekolah...
“Pagi!”
“Pagi”
Murid saling menyapa murid yang lainnya. Beberapa salju terjatuh dari ujung
ranting dan mengotori tanah dengan warna putih bersih.
Liana menaruh sepedanya di parkiran sepeda dan berjalan dengan senyuman yang
melekat di wajahnya.
“Pagi, Liana!”
“Pagi!”
Beberapa murid yang sekelas dengannya menyapa Liana, yang
kebetulan lewat di depan teman-temannya. Liana menyapa balik teman-temannya,
dan tak sengaja menabrak seseorang.
BRUK!
“Ah, Maaf!” Liana memegang wajahnya yang sakit karena
terhantam oleh tubuh murid yang tidak sengaja tertabrak olehnya.
‘Tunggu. Aura ini... sepertinya aku pernah
merasakannya... A-ah! Aura ini... Jangan bilang...!’
Liana mengangkat kepalanya. Matanya membesar ketika
melihat wajah murid yang ia tabrak tadi.
“Ka-kau..!”
Jantung Liana berdegup terus-menerus. Ingatannya tentang
kemarin malam kembali lagi. Makhluk aneh bersayap, laki-laki bermata merah
darah yang menyelamatkan nyawanya, darah berceceran dimana-mana... Ya ampun,
Liana sungguh tidak ingin mengingat hal itu lagi!
“... Apa?” Murid laki-laki itu bertanya balik pada Liana yang
seluruh badannya
langsung lemas.
“Ini mimpi... kan...?” Badan Liana melemas dan terjatuh.
Murid laki-laki itu segera menangkap tubuh Liana dan membawanya ke ruang
kesehatan.
‘Tuhan, kalau ini memang benar-benar nyata, kalau makhluk
aneh itu benar-benar nyata, tolonglah aku... lindungilah aku... Kumohon...’
“... Na... Lia... Na...” Seseorang memanggil namanya
berulang-ulang.
“Lia... Na..! Liana!”
Liana langsung membuka matanya. Yang pertama kali ia
lihat ketika bangun adalah wajah yang sangat familiar baginya.
“Sa... ki?”
“Liana! Kau tidak apa-apa?! Aku khawatir sekali ketika
tahu kau pingsan!”
“Aku tak apa, Saki. Terima kasih atas perhatiannya,”Liana
mengambil posisi duduk. Kepalanya terasa sedikit nyeri.Mungkin kepalanya sempat
terhantam lantai ketika jatuh tadi.
“Untungnya senpai yang disana menolongmu sebelum kepalamu
menyentuh lantai,” Kata Saki yang seperti membaca pikiran Liana.
“Hah? Senpai ? Senpai yang mana...?” Liana memiringkan
kepalanya, tanda bahwa ia tidak mengerti apa yang dikatakan Saki.
“Kau sudah bangun?”
Liana menoleh ke arah sumber suara. Lagi-lagi Liana
merasa bahwa jantungnya serasa akan copot karena saking takutnya.
“Ini senpai yang menolongmu tadi, Nishimura Kurosuke-senpai”
SIIIING....
Rasanya Liana ingin pingsan untuk kedua kalinya.
Kurosuke bersandar di dinding sambil melipat kedua
tangannya. Mata merah darahnya bertemu dengan sapphire
milik Liana. Liana langsung mengalihkan pandangan. Dia tidak kuat bertatapan
mata dengan Kurosuke setelah
apa yang telah terjadi kemarin.
BRAAAK!
“Kurosuke, kau baik-baik saja?! Kudengar tadi kau
pingsan-AUW!” Murid laki-laki yang tiba-tiba masuk ke ruang kesehatan itu
disambut dengan pukulan di wajah oleh Kurosuke.
“Dengarlah rumor dengan baik,” Kurosuke kembali melipat
tangannya dan menatap langit-langit ruang kesehatan.
“Eh? Jadi Kurosuke tidak pingsan? Lantas siapa?”
“Emm... aku, senpai...” Liana mengangkat tangannya. Murid
laki-laki berambut silver itu menengok ke arah Liana, bengong, lalu menghampiri
Liana.
“Kamu baik-baik saja, kan?! Apa ada yang sakit?! Kepalamu
sakit?!”
“Emm... Aku tidak apa-apa, Tsukino-senpai...”
Kata Liana yang senyam-senyum saja.
Yup. Murid berambut silver tersebut bernama Tsukino Haruki,
kapten dari tim taekwondo yang sangat tampan dan terkenal di sekolah. Dia selalu
saja menjadi incaran para perempuan, baik di dalam
maupun di luar sekolah.
“Syukurlah...”Haruki menghela napas lega.Entah memang
kebal atau tidak, Liana sepertinya satu-satunya murid perempuan di sekolah ini
yang tidak tertarik oleh ketampanan Haruki.
“Halo semuanya! Aku dataaang!” Seorang murid
perempuan memasuki ruang kesehatan dengan seenaknya tanpa mengucapkan ‘permisi’
terlebih dahulu, sama dengan yang dilakukan Haruki tadi.
“... Juno,”
Kurosuke menyebut nama murid itu.
“Kudengar Haruki dan Kurosuke
di
sini, jadi langsung saja aku menuju ke sini!”
Juno berjalan menuju tempat tidur kosong dan duduk di atasnya dan menaruh kaki
kanannya di atas kaki kirinya. Senyumnya tidak hilang sejak ia masuk ke ruang
kesehatan.
“Jadiii,”
Juno
menengok ke arah Liana.
“Kau murid yang pingsan ya? Bagaimana keadaanmu? Sudah
lebih baik?”
“Iya, sudah lebih baik, senpai”
“Kalau begitu,”Ekspresi Juno yang awalnya ceria langsung
berubah menjadi serius.
“Kau, Liana Fleur, maukah kau bergabung dengan kami?”
SIIIIING... lagi-lagi ruangan itu sunyi senyap.
“... Hah?Maksud senpai apa?” Liana kembali memiringkan
kepalanya.
Juno pun mengulang kembali kata-katanya, “Maukah kau
bergabung dengan kami, Demon Hunter?”
“Demon Hunter? Apa itu?” Liana benar-benar bingung dengan
apa yang terjadi sekarang.
Haruki berdiri di depan tempat tidur yang ditempati
Liana, “Demon Hunter adalah klub
yang didirikan untuk memusnahkan para demon yang berkeliaran pada malam hari. Klub ini sebenarnya tidak resmi,
tapi demi menyelamatkan manusia, kami terpaksa mendirikannya.”
Liana hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja walaupun
sebenarnya ia tidak mengerti.
“Tunggu. ‘kalian’ ingin aku untuk bergabung dengan Demon
Hunter? Berarti Saki...” Liana menoleh ke arah temannya yang menunduk.
“Iya, sebenarnya aku salah satu anggota Demon Hunter.
Maaf aku tidak memberitahumu.”
Liana semakin bingung. Pertama, ia bertemu dengan demon
lalu Kurosuke datang menyelamatkannya. Kedua, Ia kaget ketika tahu bahwa
Kurosuke itu adalah kakak kelasnya. Ketiga, club yang bernama Demon Hunter,
yang diketuai oleh Himura
Juno, mengajaknya untuk bergabung. Keempat, yang membuatnya lebih
terkejut lagi, ternyata selama ini temannya adalah anggota Demon Hunter. Dan yang membuatnya bingung lagi,
apakah demon benar-benar ada? Bukannya itu hanya mahkluk iblis yang dianggap
sebagai mitos?
“Bolehkah aku bertanya, Juno-senpai?”
“Tentu saja boleh, Liana-chan,”
“Kenapa kau... memilihku sebagai anggota Demon Hunter?
Bukannya ada banyak murid yang lebih pantas daripada aku?”
Juno tersenyum. Dia tahu bahwa Liana akan melontarkan
pertanyaan seperti itu.
“Kau punya potensi,” Jawab Juno.
“Potensi?”
“Yup. Potensi untuk mengalahkan demon-demon yang
berkeliaran di luar sana.”
“Bagaimana kau bisa membedakan mana yang berpotensi
dengan yang tidak?”
“Ra-ha-si-a”Juno menaruh telunjuknya di bibirnya.
“Jadi? Maukah kau bergabung?” Tanya Haruki dengan wajah
memelas.
“Hem... Entahlah, aku pikir aku harus menolak ajakan
kalian...”
Para anggota Demon Hunter itu pun menundukkan kepalanya.
“Tapi, karena sepertinya klub
ini menarik-”
Mereka langsung mengangkat kepala mereka.
“-Aku mau bergabung!”Kata Liana sambil menyengir.
“Benarkah?!”Haruki memegang kedua pundak Liana dan
menggoyangkan tubuh Liana.
“Iya!”
“Syukurlah, kupikir kau akan berkata tidak! Kau
menakut-makutiku saja!” Saki mengacak-acak sedikit rambut Liana. Yang diacak-acak
rambutnya hanya tertawa saja.
“Ayo, Kurosuke! Kau juga harus ikut senang!” Haruki
menarik Kurosuke lebih dekat ke yang lain.
Juno menundukkan kepalanya dan tersenyum bahagia. Dia
pikir mendapatkan orang dengan potensi yang hebat itu akan terasa sangat sulit.
Tapi, malah sebaliknya.
Hari itu, Demon Hunter akhirnya mendapat anggota baru.
Setelah sekian lama mereka mencari orang dengan potensi untuk mengalahkan
demon. Liana Fleur, orang yang terpilih menjadi salah satu anggota Demon
Hunter.
FLASHBACK END
Kurosuke menuntun
Liana berjalan keluar dari gedung tua itu. Cukup sulit untuk menemukan jalannya
tapi setidaknya mereka berhasil keluar.
“Kurosuke! Liana!”
teriak Haruki dari kejauhan.
“Untung saja kalian
berhasil keluar... Ah! Liana! Lututmu berdarah!” Kata Saki yang melihat lutut
kanan Liana yang bercampur dengan warna merah darah.
“Tadi aku terjatuh
saja, kok.”
“Kalau begitu, kita
harus menyembuhkan luka-luka kita sebelum infeksi! Ayo lekas ke markas!” Juno
berjalan paling depan, disusul oleh Saki dan Haruki.
“Kau bisa
berjalan?” Tanya Kurosuke pada Liana.
“Ya... kuharap
bisa...”
“Pelan-pelan saja,
tak usah terburu-buru,” Kurosuke menuntun Liana berjalan. Walaupun sikapnya
dingin, tetapi Kurosuke sebenarnya baik.
“Ya...” Liana
mengangguk dan tersenyum. Ternyata bergabung dengan Demon Hunter bukanlah hal
yang buruk.
@@@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar